Bilingual? Yup or Nope.

Sumber 123rf.com
Bilingual? Yup or Nope.

Sejak kecil entah kenapa saya memiliki ketertarikan khusus pada bahasa Inggris. Saya mulai kenal bahasa Inggris dari acara TV Sesame Street kalau nggak salah. Di kelas 2 SD saya sudah mulai bisa baca. Jadi saat acara ditayangkan dengan bahasa Inggris, saya membaca artinya di teks.

Dulu ketika kelas 2 SD, saya belajar Bahasa Inggris tanpa tau penulisannya seperti apa, jadi saya tulis berdasar apa yang saya dengar. Misal kupu-kupu saya tulis baterflai. Saya bikin semacam kamus untuk kata kata bahasa Inggris yang saya dengar. Belum urut alphabet, hanya kumpulan kata kata dalam bahasa Indonesia yang disandingkan dengan bahasa Inggrisnya.



Di acara Sesame Street itu juga kadang kadang kan ada pelajaran tentang kata-kata yang memperlihatkan penulisan dalam bahasa Inggris yang benar. Nah, kalau sudah tau cara penulisannya, saya akan ganti dengan cara penulisan yang benar. Jadi, yes, saya belajar bukan dari tulisan dulu tapi dari suara dan pelafalannya (audio).

Kebalikan dengan suami. Beliau kenal bahasa Inggris dari mata pelajaran di sekolah. Kayanya baru diajarkan kelas 6 SD kata blio. Nah, kalau Aysho (Ayah Shoji) tau penulisannya dulu, baru dia belajar cara membacanya.

Yang saya tangkap dari pengalaman kami berdua adalah: saya belajar Bahasa Inggris karena dari awal saya menyukai dan tertarik dengan Bahasa Inggris, sementara suami (merasa) harus mempelajari Bahasa Inggris karena memang jadi salah satu mata pelajaran di sekolah.

Kesukaan saya dengan bahasa Inggris ternyata berbalik dengan suami. Aysho lebih menikmati mengerjakan matematika daripada diminta ngomong bahasa Inggris. Kalau saya lebih suka ngomong bahasa Inggris dibanding suruh ngerjain matematika ha-ha-ha. Mungkin karena linguistik intelligence saya lebih dominan dibanding logical intelligence. Pada Aysho berlaku sebaliknya.

Alhamdulillah nilai nilai bahasa Inggris saya juga selalu bagus. Bahkan kalau ada TOEFL test skor yang saya dapatkan lumayan tinggi (cukup untuk syarat ambil beasiswa di luar negri hohoho) itu juga yang membuat saya diterima kerja di sebuah sekolah bilingual di Klaten. Logat bahasa Inggris saya bisa menipu salah seorang wali murid sampai dikira lulusan dari luar negri atau minimal lulusan S1 Bahasa Inggris (padahal mah belajarnya otodidak)

Jadi gimana cara memperkaya kosakata dalam bahasa Inggris? Pas jaman ngajar, usahakan berkomunikasi dengan sesama guru menggunakan bahasa Inggris. Saya sering dengerin lagu-lagu berbahasa Inggris dan nonton film-film berbahasa Inggris untuk terus melatih kemampuan bahasa Inggris saya. Sejak saya tidak mengajar di sekolah bilingual, kayanya kemampuan bahasa Inggris saya jongkok deh sekarang #hiks

Nah, kalau bundanya cinta banget sama Bahasa Inggris, apa anaknya akan diajari bahasa Inggris? Awalnya iya! Lho kok awalnya? Ijinkan saya flashback sebentar ke zaman kecilnya Shoji kurang lebih 7 tahun lalu. Masa itu saya lagi semangat-semangatnya mengenalkan bahasa Inggris ke anak. Saya pernah baca beberapa jurnal yang menyebutkan bahwa pada usia golden age (0-5 tahun) otak anak bagaikan spons. Hal ini yang membuat orang tua perlu menstimulasi supaya otak dapat dioptimalkan kemampuannya dari usia dini.
Designed by Freepik

Yang saya tidak sadari, hal ini tidak berlaku general. Shoji terlahir dalam keluarga campuran. Saya sendiri Jawa dan suami Minang. Masing masing kami berniat untuk mengajarkan bahasa Ibu ke Shoji. Masih ditambah lagi dengan aneka stimulasi video maupun bacaan berbahasa Inggris (materi mengajar saya).

Alhasil, sepertinya Shoji bingung bahasa. Hal ini juga dilatarbelakangi dengan dyspraxia bawaan (yang saya sadari belum lama ini). Efeknya Shoji jadi speech delay, alias terlambat bicara. Sebenarnya banyak faktor sih yang bikin Shoji terlambat bicaranya, mungkin faktor kurangnya stimulasi dari saya dan faktor psikologis karena kelahiran adiknya dengan jarak terlalu dekat bisa mempengaruhi.

Di usia 5 tahun, Shoji baru mulai bisa mengucapkan kata-kata bermakna. Ini juga setelah saya ganti seluruh tontonan, bacaan dan bahasa sehari hari dengan satu bahasa, Bahasa Indonesia. Saat ini adalah tahun kedua Shoji mampu berkomunikasi verbal dengan cukup lancar.

Untuk anak-anak yang tidak ada masalah dengan kemampuan otak mencerna informasi serta gangguan seperti Shoji, tentu saja mengajarkan bahasa Inggris tetap bisa dilakukan. Tips tips untuk mengajarkan bahasa Inggris pada anak, antara lain:

1. Konsisten dalam penggunaan bahasa.
Maksudnya, tidak mencampuradukkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Misalnya, "Jangan sit on the floor, nak. Sit diatas saja ya." Hal ini sering lho dilakukan orang tua. Meski sepertinya biasa, hal ini berakibat anak akan bingung memilah kosakata. Hal ini juga akan berpengaruh pada tatabahasa anak ke depan. Jadi sebaiknya jika ingin memasukkan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari hari, usahakan menggunakan kalimat berbahasa Inggris lengkap.

2. Satu orang tua, satu bahasa.
Jika dalam rumah memang ingin diajarkan dua bahasa, sebaiknya diskusikan dulu siapa yang akan mengajarkan bahasa Inggris/Indonesianya. Pengalaman ketika saya mengajar, anak anak mau berbahasa Inggris dengan guru di sekolah, karena setahu mereka kami hanya bisa berbahasa Inggris, sementara di rumah, mereka tidak mau karena orang tua menyuruh bicara dengan bahasa Inggris sementara bahasa yang dipakai sehari hari adalah bahasa Indonesia atau bahkan Jawa.

Pengalaman lagi, ada seorang anak blasteran Jawa dan Belanda. Ketika bicara dengan ayahnya, dia bisa berbahasa Belanda dengan sangat baik. Bahkan logat dan intonasi sudah seperti orang Belanda pada umumnya. Begitu bicara dengan ibunya, maka akan keluar bahasa Jawa dengan intonasi dan logat Jawa yang sangat baik. Hal ini karena saat bersama Ibu dia konsisten berbahasa Jawa, dan saat bersama Bapak dia konsisten berbahasa Belanda.

3. Fun Learning
Belajar bahasa Inggris bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan seperti games, mendengarkan lagu lagu berbahasa Inggris atau mengoleksi buku berbahasa Inggris maupun dwibahasa. Peran orang tua penting sekali disini loh. Selain sebagai mentor, orang tua juga harus selalu memotivasi anak.

Tidak sulit kan ya, mengajarkan anak berbahasa Inggris? Tapi kembali lagi pada kebutuhan dan kemampuan anak mengenai konsep pembelajaran bilingual di rumah ya Bunda. Pastikan anak anak kita memang siap dan tertarik berbahasa Inggris, supaya ini tidak menjadi beban ke depannya nanti.

Ini adalah jawaban #KEBloggingCollab team Najwa Shihab dari trigger post mba Nia Lima Tips Anak Jago Bahasa Inggris

Love
/Aya

4 comments

  1. Nonton video bahasa inggris juga bikin anak-anak jadi cepet ngerti bahasa inggris juga. Tifa ujug-ujug bisa ngitung one,two,three sampe ten. Padahal aku merasa blum pernah ngajarin. Ternyata dia bisa gara2 nonton you tube

    ReplyDelete
  2. Konsisten bahasa ini saya setuju banget mak.. Sedikit cerita dari teman saya berdasarkan kisah nyata *halah.. Jadi temenku itu sama suaminya super sibuk ngantor tiap hari dan pulangnya kadang malam bgt.., anaknya yang sebelumnya udah lumayan lancar bicara, kok tiba2 agak gagap kalau ngomong setelah mereka ganti nanny baru.. Dilakukanlah penyelidikan kecil2an, ternyata si nanny kalau ngomong anaknya suka pake bahasa daerah plus suka pakai kata2 yang pengucapannya ga bener.. Misalnya poop jadi (maaf) e'e, minum jadi numnum, pokoknya disingkat2 gitu deh biar kedengaran lucu *padahal ga lucu bgt ya :( bayangin aja itu kejadiannya lama banget sampai temenku itu sadar ada yg aneh sama cara bicara anaknya.. Sekarang temenku udah resign pengen fokus sama tumbuh kembang anaknya aja.. Trauma dia, huhu

    ReplyDelete
  3. Wah mbak aya keren.. ternyata otodidak aja nilai toeflnya tinggi. hehe..

    Btw, aku setuju banget dengan yang ditulis. Aku sendiri tidak mengajarkan bilingual sama anak-anak karena sempat ada ketakutan jika anaknya malah bingung karena kosakata menjadi semrawut di usianya yang sedang mudah-mudahnya menangkap banyak kata dan istilah.

    Nice share mbak...

    ReplyDelete
  4. Ihhh iya banget mak, kadang aku suka nyampur kata bahasa inggris ke dalam kalimat indonesia karena yang kepikir bahasa Inggrisnya dulu... *guilty*

    Setuju, katanya yang bagus gitu satu bahasa satu orang tua, walaupun mungkin perlu waktu lebih lama dibanding jika kedua orang tuanya pakai bahasa yang sama, tapi anaknya beneran bisa dual language *liat pengalaman kk ku sihh*

    ReplyDelete