#ObrolanKeluarga: Tentang Idealisme Pola Asuh Anak

Idealisme Pola Asuh Anak

Bundas,
Ada yang saat ini tinggal bersama orang tua? Bukan karena nggak ingin tinggal sendiri satu keluarga kecil, tapi lebih karena tanggungjawab menjaga orang tua? Gimana? Ada masalah mendasar yang sering bikin baper kah? Banyak cerita dari teman saya yang tinggal bersama orang tua merasakan perbedaan pola asuh dari kita dan orang tua kita ke anak.

Keluarga kecil kami kebetulan tinggal berbeda rumah dengan Uti Kakung dan Nenek. Uti Kakung tinggal di Jogja, sekitar 20 menit dari rumah tinggal kami di Bantul. Sementara Nenek (ibu dari suami) tinggal di Cupak, Solok, Sumatera Barat. Kalau Nenek berkunjung, anak anak luarbiasa senang, karena biasanya kalau ada nenek adalah waktunya jalan jalan dan beli mainan. Sementara Kakung Uti adalah tempat singgah paling memungkinkan jika Aisha perlu terapi dan kami harus ke Jogja.

The Salfarinos
Nah, postingan kali ini saya dan Mak Witri akan membahas soal pola asuh anak. Saya dulu berpikir kalau anak saya sedang berkunjung ke rumah Kakung Utinya, maka pola asuh yang diterapkan akan kurang lebih sama dengan saat beliau beliau mengasuh saya jaman kecil. Ternyata enggak loh 😭😭😭



Baca tulisan mak Witri : Pola Asuh Mama, Berbeda!

Hal ini cukup membuat saya sedih, kenapa? Karena seingat saya nih, bapak sama ibu kalau sama saya itu galak hahaha... Mereka galak atau karena saya kelewatan bandelnya. Dua orang ART saya minta resign, kata mereka "Kalau sama mas Yudha saya mau, tapi kalau mba Ika itu susah bilanginnya". Saya bandel. Iya. Jaman kecil saya lasak luarbiasa, bukan gadis kecil yang manis gitu deh. Orang tua saya cukup disiplin kalau ngajarin. Udah ada jadwal jadwal yang harus ditaati sejak bangun tidur sampai tidur lagi. 
Beberapa yang saya inget tentang peraturan di rumah:
✅ pagi wajib sarapan
✅ berangkat sekolah 1 jam sebelum jam masuk
✅ pulang sekolah harus tukar seragam sebelum kemana mana
✅ kalau main, jam 3 sore udah harus sampai rumah
✅ kalau bapak pulang, anak anak wajib ada di rumah
✅ sebelum nonton TV jam 4/harus sudah mandi
✅ jam 7 sampai jam 9 malam TV mati buat belajar
✅ jam 9 malam wajib masuk kamar, terserah mau glundang glundung meski belum tidur.
✅ setelah SMA, jam 9 adalah waktu maksimal untuk acara di luar

Saking bandelnya, saya pernah dipukul ibu pakai tebah. Tau nggak tebah? Sapu yang buat bersihin kasur itu loh. Saya nggak inget kenapa ibu sampai begitu marah, tapi yang pasti itu bikin saya kapok. Saya akhirnya jadi tau bahwa Ibu saya dibalik kelembutannya bisa jadi " kejam" juga kalau saya udah kelewatan. Meskipun saya bukan penganut kekerasan pada anak, tapi somehow saya membenarkan tindakan ibu ke saya yang bikin saya "sadar" untuk gak bandel lagi.

Nah, sekarang Shoji sama Rey ternyata beda perlakuan. Namanya nenek kalau sama cucu pasti jauh lebih sayang daripada sama anaknya hohoho. Boro boro dipukul pake tebah, nyubit kecil aja Uti nggak berani. Adakah yang merasa begitu?

Banyak perbedaan pola asuh Uti Kakung ke Shoji Rey, membuat mereka yang ditinggal kurang lebih 2 Minggu (saat saya nemenin Aisha terapi gancyclovir di Sardjito) jadi enggan pulang ke rumah 😱😱😱. Di rumah Uti agak susah mengontrol sesi nonton TV, apalagi kalau musim hujan dan Shoji gak bisa main sepeda di halaman. Ujung ujungnya nonton TV pasti jadi pilihan.

Baca : #ObrolanKeluarga Speak Up Keselamatan Pasien

Kami di rumah nggak punya TV. Well, punya sih, tapi cuma buat nonton film yang kami simpan di external hard disk. Jadi filmnya paling itu itu aja. Sengaja biar mereka gampang bosan dan lebih tertarik sama aktivitas permainan yang real (benar benar memainkannya, dipegang, dikreasikan). Idealnya maksimal waktu nonton layar kaca itu 2 jam, cuma kadang saya dan ayahnya anak anak suka nggak tega dan ngasih tambah jadi 3 jam #plakk untuk ketidakkonsistenankami. Emak gak nonton sinetron atau drama Korea gak masalah, begitu juga ayah yang gak pernah nonton siaran bola hahaha... Selama masih ada kuota internet, saya masih bisa mewaraskan diri kok.

Saya jadi ingat obrolan sama Shoji kemarin, ketika melihat dia sesenggukan sambil bilang berkali kali "Shoji mau sepeda baru"
Ketika saya tanya, "Kenapa mau sepeda baru, kan yang lama masih bagus."
Kata Shoji, "Shoji kalah (sewaktu berlomba sepeda dengan Om), Shoji mau pakai sepeda baru biar menang"
Alhasil saya kudu mengajak bicara Shoji agak serius, supaya dia juga tidak semena mena minta dibelikan sepeda. Bukan masalah harganya juga. Tapi lebih pada alasan kita memutuskan segala sesuatu.
Saya bilang, bahwa Menag kalah itu nggak papa. Itu hal biasa sekali dalam kehidupan. Ayah pernah kalah, bunda juga pernah kalah. Kalau kita kalah, berarti kita perlu berlatih lebih keras sebelum bertanding lagi. Akhirnya Shoji mau juga berhenti nangisnya. 

Kalau dari ilmu keislaman yang saya baca, kita mendidik anak untuk menjadi siap saat kita tinggalkan. Mereka harus jadi pribadi mandiri, tangguh dan bisa diandalkan. 

Meski dalam beberapa hal saya dan ibu berbeda pola pengasuhan, tapi ada yang ibu selalu tanamkan sama saya, dan pesannya sebagai ibu. Ngurus anak itu susah susah gampang, tapi memang masa kecil anak itu harus siap repot. Ibu termasuk rajin untuk urusan cuci mencuci. Secara jaman dulu gak ada popok sekali pakai kaya sekarang ya.



Clodi Little Hippo
Beruntung di jaman maju kaya gini, saya nemu Little Hippo Cloth Diaper Set. Clodi murah berkualitas buatan Indonesia ini bikin saya klik karena dia ramah lingkungan alias gak bikin sampah pospak bertumpuk. Mudah dipakaikan ke bayi, bikin bayi nyaman dan ramah di kantong tentunya.

Varian Litte Hippo Cloth Diaper


Produk Little Hippo Cloth Diaper set ini ada 4 varian:
Teeny Fit untuk berat 2,5 - 10 kg (1 diaper 2 insert)
Easy Fit untuk berat 3 - 16 kg (1 diaper 1 insert)
Active Fit untuk berat 5 - 20 kg (1 diaper 1 insert, 1 pad)
Kiddy Fit untuk berat 15 - 35 kg (1 diaper, 1 insert, 1 pad)

Aisha pakai Clodi Little Hippo Sweet Apple

Step step pemakaian Cloth Diaper: 
1. Sebelum dipakai, diaper dan insert dicuci dulu untuk mengoptimalkan penyerapan diaper. 
2. Untuk ngebersihinnya juga nggak susah kok, cukup hilangkan poop dengan menyemprot diaper lalu dibuang ke kloset. 3. Sementara menunggu clodi yang lain untuk dicuai bersama bisa dimasukkan ke ember. 
4. Cuci diaper dan insert dengan air dingin atau hangat maksimal 40°C pakai eco-friendly detergen atau nggak usah pakai detergen sama sekali. 
5. Sebaiknya tidak pakai pemutih atau pengharum ya, karena akan mempengaruhi daya serap insert. 

Yang saya suka, insertnya terbuat dari serat bambu atau mikrofiber dan ada inner microfleece. Ini bikin clodi terasa lembut tapi juga mudah dikeringkan dan gak kaku.

Aisha memang punya banyak koleksi clodi juga turun temurun dari kakak kakaknya, jadi sudah sangat familiar sama penggunaan clodi. Little Hippo ini udah dicoba juga dan daya serapnya cukup bagus untuk menampung pipis Aisha yang cukup banyak. Kalau pakai clodi juga mengurangi ruam ruam akibat pemakaian pospak yang kadang kalau nggak cocok menyebabkan iritasi. Apalagi Aisha ini anak cewek yaaa, area kemaluan harus selalu bersih dan kering pastinya. Pakai clodi Little Hippo ini bantu Aisha banget deh karena keringnya juga gak susah. Ada yang tertarik untuk cobain juga? 

Kunjungi aja:
www.littlehippo.id
Customer Care di 085775577511
IG @littlehippoclothdiaper

Beda orang beda pola asuh. Beda anak pun mau gak mau beda juga pola asuhnya. Untuk Shoji kami dulu menerapkan pola kemandirian yang kelewatan, tapi sama Rey kami lebih santai. Shoji usia 2 tahun sudah lepas Clodi dengan pola disiplin. Sementara Rey lepas clodi di 3 tahun drngan pola toilet training santai. Hasil memang keduanya sedikit berbeda. Shoji dan Rey di usia yang sama punya kemampuan dan tanggung jawab beda, saya nggak tau apa ini terkait dengan posisi mereka sebagai anak pertama dan kedua yaaa...

Tapi kalau saya sih, apapun pola asuh pilihan bunda bunda, pasti keluarga juga sudah memilihkan yang paling sesuai. Yuk kalau mau sharing di kolom komen?

Love
/Aya

4 comments