Elektroensefalogram (Test EEG) Aisha di RSA UGM

Suasana tes elektroensefalografi

Hai Bundas,

Ada rasa deg degan setiap kali Aisha diminta menjalani berbagai test. Ya iyalah, pas testnya  gak deg degan, tapi pas ambil hasilnya itu loooh...

Dan seperti biasa saya nggak pernah bisa tidur (abaikan tadi sempet nyeruput kopi) tapi memang kalau mau ada acara keesokan hari, mau pergi jauh, atau apapun lah, saya emang susah tidur. Kepikiran dan kurang kekinian (maksudnya merasakan masa kini/sekarang) jadi terlalu takut mikirin yang akan terjadi kedepannya.

Baca: ASSR test untuk Aisha

Begitu pun saat Aisha di awal awal terdeteksi Global Developmental Delay, rasanya seperti dunia mau runtuh kali ya...semua harapan saya yang saya pupuk jauh jauh hari kalau punya anak cewek berasa jauh di awang awang.

Nah, besok pagi kami akan ambil hasil test EEG Aisha nih, dan saya masih aja deg degan

Baca : Screening pendengaran dengan OAE

Ijinkan saya cerita sedikit tentang pengalaman test EEG Aisha yaaaa.

Menurut Wikipedia:
Elektroensefalogram (EEG) adalah salah satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari otak untuk mendeteksi adanya kelainan dari otak. Tindakan ini menggunakan sensor khusus yaitu elektroda yang dipasang di kepala dan dihubungkan melalui kabel menuju komputer.

Sedangkan Elektroensefalografi (EEG) adalah merekam aktivitas elektrik di sepanjang kulit kepala. EEG mengukur fluktuasi tegangan yang dihasilkan oleh arus ion di dalam neuron otak. Dalam konteks klinis, EEG mengacu kepada perekaman aktivitas elektrik spontan dari otak selama periode tertentu, biasanya 20-40 menit, yang direkam dari banyak elektroda yang dipasang di kulit kepala.


EEG (elektroensefalogram)

Awalnya adalah saat dokter Vetria menanyakan apakah Aisha sering kejang. Kami jawab Aisha memang sering kejang, meskipun kejangnya tidak keseluruhan sampai ke mata. Hanya saja beberapa anggota badannya bergerak berulang dan tidak bisa tenang kembali saat kita pegang. Dari situ dokter Vetria menduga bahwa memang Aisha masih sering kejang. Beliau juga meresepkan obat untuk Aisha berupa piracetam yang fungsinya untuk pengobatan mioklonus (kelainan kontraksi otot yang terjadi tanpa disadari, seperti cegukan, tremor dan kedutan). Mioklonus bisa disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf (misalnya epilepsi, stroke dan tumor otak).

Piracetam diberikan bersama alinamin dalam bentuk puyer racik dan phenobarbital untuk meredakan aktivitas kelistrikan yang berlebihan di dalam otak dan dengan demikian, membantu mencegah timbulnya kejang.

Persiapan test EEG

Akhirnya kami membuat janji untuk test EEG. Yang perlu dipersiapkan untuk test EEG adalah:
1. Kalau bisa anak diajak main hingga larut, sehingga dia tidur lebih malam
2. Anak dibangunkan pagi pagi, usahakan tidak tidur sampai di rumah sakit. Supaya anak mengantuk dan tidak perlu minum obat tidur.
3. Sorenya anak dikeramas supaya kulit kepalanya bersih, karena mau ditempel elektroda elektroda untuk keperluan testnya.

Pengalaman Aisha kemarin sudah kami ajak main dan tidurnya larut. Aisha juga bangunnya pagi sekitar jam 4, cuma setelah itu Aisha tidur lagi. Sampai di RS Aisha masih tidur hiks...
Akhirnya terpaksa deh, Aisha disuntik obat bius.

Bukan cerita lucu namanya kalau bukan Aisha.

Baca: cerita CT scan Aisha

Kejadian terulang lagi. Aisha tidak tidur setelah diberi obat tidur hiks...dia masih sering bangun bangun, sehingga pas pemasangan elektrodanya saya harus nyusuin untuk menjaga dia tetap tenang. Pun saat test dilakukan, Aisha tampaknya belum benar pulas tertidur. Matanya masih terbuka dan bergerak ke sana kemari. Apalagi rambut Aisha cenderung lebat, hihihi... Perawatnya sampai kaya kapster salon jadinya. Sisir sana, sisir sini, sibak sana, sibak sini. Saya nyusuin sambil berdoa, semoga pas tes EEG nya Aisha dalam kondisi tidur pulas.

Tes EEG dimulai, perawat mulai menyiapkan komputer untuk merekam aktivitas gelombang otak Aisha. Aisha masih gelisah, geleng kiri geleng kanan. Saya nggak tau yaa...apakah itu udah lelap Aisha-nya, tapi dia masih geliat geliat intinya.
Ada kamera juga diatas kepala Aisha dan perawat minta wajah Aisha diusahakan menghadap kamera.

Selanjutnya ada semacam lampu disko (apalah ya namanya, kelap kelip gitu) awalnya pelan, lalu kemudian cepat juga. Nah ada lampu begitu Aisha tetap aja nggak merespon.

Tak berapa lama, perawat bilang kalau test EEG sudah selesai. Aisha masih tetep gelisah geliat geliut. Begitu saya gendong, Aisha puleeeees banget.

Sebelumnya perawat sudah menyampaikan, bahwa kalau disuntik obat bius begini efeknya lama. Alhasil, benarlah dari pagi sampai sore Aisha tidur lama sekali. Sudah coba dibangunkan juga gak bangun bangun, tapi tetep aja saya "paksa" untuk minum susu. Untungnya meski mata merem tetep aja Aisha bisa micubun.

Pengangkatan elektroda elektroda di kepala (EEG)

Setelah EEG selesai

PR selanjutnya adalah membersihkan rambut Aisha dari pasta super lengket ituuu...rambutnya sempet saya coba cobain gaya mohawk segala *emakusil* tapi dimarahin sama eyang utinya hahaha....jadi segeralah saya siapkan air hangat untuk keramas. Tak berapa lama, rambut indah dan lembut Aisha sudah kembali yeaaayy...
Nah, sekarang tinggal tunggu hasil EEG yang bisa diambil seminggu kemudian :)

Mengenai hasilnya? Mari kita pindahan ke postingan berikutnya :)

Adakah temen temen yang pernah test EEG atau diminta tes EEG juga sama dokter? Sharing yuk indikasinya apa sampai diminta test EEG.

Love,
/Aya

Kompetisi: Menggali Kompetensi, Adu Prestasi


Hai Bundas,
apa sih yang terbesit dalam benak kita saat ada kata "kompetisi".

Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.

Jadi aktivitas mencapai tujuan ini biasanya dibandingkan dengan aktivitas orang lain untuk mencapai tujuan yang sama. 

Sedikit berbelok ya Bundas, di laman Facebook saya kemarin membuat status, seperti ini kurang lebih: 

"MasyaAllah...MasyaAllah...
Belum genap sebulan Shoji sekolah, rasa rasanya hal hal ini dulu masih jauh di angan angan.

Percakapan yang buat saya sungguh luarbiasa
Shoji yang belum lama bisa mengucap 1 kata (di usianya yang 5 tahun) sudah mampu ajak komunikasi adik dan ayahnya. 

Selama 5 tahun kami tunggu, akhirnya Allah kasih kesempatan juga kami merasakan betapa luarbiasa bisa berkomunikasi dua arah sama anak. *terharu...

Shoji: ini Rey *bagi pisang
Rey: pisang agi (pisang lagi)
Shoji: sudah habis Rey, maaf yaa *sambil membawa kulit pisang ke dapur untuk dibuang* 

Lain waktu
Ayah: Shoji bagi wafer yaaa
Shoji: boleh...boleh...
          Tapi sampahnya buang yaa...
Ayah: iya, terimakasih Shoji
Shoji: sama sama Ayah...

Dan saat yang lain
Bunda: *menjatuhkan benda
Shoji: ssttt...Aisha bobok
Bunda: ah iya, maaf yaa Shoji
Shoji: tidak apa apa bunda...

Maka nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan? 

#bundabahagia
#AishaPunSudahGakDemam
#JumatBerkah"

Dan tiba tiba saya seolah tersadar, bahwa namanya kompetisi itu adalah "semacam persaingan" memperebutkan sesuatu. Tidak perlu kompetisi dalam ranah luas. Misal membayangkan kompetisi olahraga Olimpiade Rio atau kompetisi ajang adu bakat yang ditayangkan televisi nasional hingga internasional. Dalam keluarga pun namanya kompetisi sering tak terhindarkan, benar gak?

Saya pun merasa demikian. Shoji, anak pertama saya speech delay dan baru belajar bicara dengan intonasi yang tepat. Sementara adiknya, Rey di usia 3,5 tahun sudah hafal huruf Hijaiyah beserta pengucapannya dengan benar. 
Tampak, saat saya mengapresiasi Rey atas keberhasilannya, Shoji kemudian menarik diri. Lebih sering ngambek dan tidak mau terlibat aktivitas mengaji. Sementara jika Shoji kami apresiasi karena kemandiriannya, Rey serta merta merajuk mengalihkan perhatian kami dengan menjatuhkan semua benda yang ada di meja. 

Kompetisi kah ini? 
Ya! Mereka berkompetisi memperebutkan hati kami, orangtua mereka. 

Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.

Jadi, sebenarnya sebuah kompetisi sehat bisa menjadi hal yang positif yaa Bundas? Setujukah dengan hal ini?

Bagaimana menghadapi kompetisi kakak beradik secara positif? Kembali lagi pada kita orangtua, kita harus bisa memberikan apresiasi yang juga akan mampu memotivasi anak anak untuk juga menggali kompetensi terbaik mereka. Bukan berarti kita memberi goals yang sama untuk keduanya, tapi kita beri goals dan pijakan untuk anak sesuai dengan kemampuan mereka.

Mengajarkan anak untuk bisa menerima kompetisi adalah bagian dari kehidupan yang amat lumrah, itu yang tidak mudah. Membuat mereka menyadari bahwa, "gapapa kok untuk tidak selamanya mengungguli orang lain" itu yang kami orang tua dan anak sama sama belajar. Salah satunya dengan membuat banyak "kompetisi" di rumah yang fun dan semua bisa berpartisipasi. Misal lomba melipat selimut, lomba mengambilkan baju Aisha, lomba memakai kaus kaki, dibuat ceria dan menyenangkan. Sehingga saat mereka mengikuti kompetisi, yang tercipta adalah mindset untuk berpartisipasi, menggali kompetensi dan bukan semata mata kemenangan atau kekalahan saja.

Mengarahkan anak pada goalsnya juga menurut saya melatih anak lebih percaya diri karena mereka akan merasa "tertantang" dengan hal hal yang mereka kuasai atau mereka mampu raih, ntuk Shoji, goalsnya antara lain:
- Mengenal satu demi satu kawan di sekolah
- Mandiri memakai seragam / sepatu saat  mau berangkat sekolah
- Mandiri saat BAK maupun BAB
- Merapihkan mainan
- Membantu bunda mempersiapkan  keperluan keperluan Aisha
- menghafal warna dan bentuk (Shoji sudah  mulai menyebut benda dengan bentuk dan  warna, misal: "gasing jingga", " kotak biru",  "mobil merah" dst)

Sementara goals Rey:
- Mampu mengungkapkan saat ingin BAB di  kamar mandi
- Mau berusaha untuk menyelesaikan  masalah sendiri (tidak mudah menyerah  jika puzzle belum terpasang, atau ada  bagian mainan terlepas)
- Mulai mengulang hadis atau doa yang  diajarkan di sekolah
- Membilang 1 - 10 dan mengidentifikasi  bentuk angka
- Lebih konsentrasi dengan tugas yang  diberikan.

Terlihat berbeda? 
Ya, karena kompetensi mereka berdua berbeda, dan kita sebagai orangtuanya harus pandai pandai melihat potensi anak kita dan menggalinya. 

Bicara soal kompetisi, ada salah satu teman saya yang keahliannya menaklukkan kompetisi kompetisi blog. Berkunjunglah ke blog www.arifahwulansari.com, maka Bundas akan menemukan sosok seorang mamah muda dengan segudang prestasi.

Foto: Mak Ari, Tayo, Tifa diambil dari blog arifahwulansari.com

Perkenalkan sahabat saya, Arifah Wulansari. Seorang pegawai puskesmas dan juga ibu rumah tangga yang  momong anak, beres2 rumah, serta mengurus suami jadi peran utamanya selain blogger. Ia mulai ngeblog tahun 2012. Motivasinya dulu karena ikut oriflame dan memang salah satu yang diajarkan adalah bikin blog. Karena di Oriflame mak Ari merasa bukan passionnya disana, beliau mulai menulis untuk mengisi kekosongan blognya. Menggeluti dunia blog dan ikutan lomba lomba, membawa mak Ari menemukan passionnya. Sejak saat itulah, motivasi mak Ari menulis muncul lagi, untuk berkompetisi dalam lomba lomba penulisan blog. 

Seorang juwarak lomba blog, ternyata pernah juga kebingungan menulis loh, tapi seiring waktu katanya saat ini justru banyak ide yang sampai meluap luap untuk dituangkan ke tulisan. 

Sebagai seorang mamah muda yang punya bayi seperti saya, ngeblog itu hal istimewa, waktu yang amat sangat langka hahaha.... Itu juga yang saat ini sedang mak Ari perjuangkan untuk tetap menghidupkan blognya. Sampai saat ini, waktu tidur anak anak selalu digunakan mak Ari untuk update tulisan di blognya. 

Aktivitas padat mak Ari menyiapkan keperluan anak dan suami setelah subuh membuat mak Ari hanya bisa menulis di pagi hari kalau pas hari libur saja, apalagi beliau juga musti pergi kerja juga. Jaga stamina untuk kemaslahatan bersama hahaha... Apa kabar saya yaaa hahaha, lebih angot angotan daripada beliau euy...

Foto: tampilan blog arifahwulansari.com

Postingan mak Ari yang terakhir, "5 hal yang saya lakukan saat kalah lomba blog" menunjukkan bahwa sebenarnya kemenangan mak Ari dalam berpuluh lomba itu ya karena lomba yang beliau ikuti amat sangat banyak. Nah, justru dari kekalahan kekalahan itu membuat mak Ari malah mengasah kemampuan menulisnya dari pemenang pemenang lomba, hingga akhirnya tulisan tulisan mak Ari kian ciamik.

Sedikit tips dari mak Ari untuk kita yang mau ikutan lomba blog:

Yang harus kita siapkan:
1. Waktu
2. Gambar2 ilustrasi yg mendukung
3. Bahan referensi yg mendukung tema lomba blog yang sumbernya bisa dari riset sendiri atau bahan bacaan.

Selain itu, supaya tulisan kita dilirik oleh juri lomba, kita harus menulis dengan sepenuh hati, jujur, dan punya sisi unik atau menarik yg ditonjolkan sehingga bikin tulisan kita jadi beda dari tulisan peserta lain.

Nah, siap berkompetisi untuk menggali kompetensi dan adu prestasi? Sharing yuuuk kompetisi apa yang sudah pernah Bundas ikuti dan gimana kesannya mengikuti kompetisi.

Love
/Aya


Seberapa perlu CT scan dilakukan?

Alat CT Scan, foto dari mediskus.com
Hai Bundas

Kali ini saya mau cerita mengenai CT scan Aisha. Kenapa Aisha perlu CT scan segala sih? Bukannya berbahaya yah CT scan itu, terutama untuk anak anak karena pengaruh radiasinya.

Well, hasil baca baca saya disana sini, jika memang tidak terpaksa sekali, CT scan sebenarnya tidak perlu dilakukan. Termasuk untuk anak yang kepalanya sering terbentur, asalkan benturannya itu tidak membuat behaviour si anak berubah. Jika setelah terbentur anak sempat pingsan, maka itu tanda tanda bisa terjadi gegar otak ringan, mungkin CT scan memang diperlukan. Namun jika tidak ada bengkak di bagian tubuh lain (selain yang terkena benturan), maka insyaAllah kondisi kepala anak baik baik saja dan tidak perlu CT scan.

Seperti pada cerita sebelumnya,

Baca: Sekilas tentang Toksoplasma dan CMV

Kami sedang berusaha menegakkan diagnosa untuk Global Developmental Delay Aisha. Karena lingkar kepalanya yang kecil, ada kekhawatiran mengarah pada mikrosefali, ada ketakutan juga kalau ubun ubunnya sudah menutup. CT scan ini juga untuk memastikan kondisi otak Aisha seperti apa dan bagaimana penanganannya.

Untuk CT scan, kami tidak perlu menunggu lama, setelah dapat approval dari dokter anak (dokter Vetria) kami mendapat surat rujukan untuk langsung cek kepala Aisha dengan CT scan.
Baru pertama kali mengantar untuk periksa CT scan, langsung ditanya sama mas teknisinya, "ibu nggak lagi hamil kan?" disarankan oleh mas teknisinya, kalau saya sedang hamil, ayahnya saja yang menunggui. Karena saya Alhamdulillah tidak sedang hamil, maka saya bisa menemani Aisha, namun selanjutnya saya diminta untuk menidurkan Aisha dulu, karena CT scan bisa terlaksana kalau hasil fotonya gak blur dan kepala Aisha bisa tenang.

Akhirnya kami ijin keluar dulu menidurkan Aisha, sudah beberapa kali gantian sama Ayah Shoji, Aisha belum mau tidur juga. Lalu mas teknisi menawarkan opsi, apakah mau diberi obat tidur atau dipegangi saja dagunya. Saya nggak tega, kasian Aisha kalau dibius lagi. Akhirnya Ayah bersedia memegangi dagu Aisha selama pemeriksaan.

Sebelum dimulai, saya diminta untuk masuk ke ruangan di sebelah (seperti pemantau dan kami melihat lewat kaca). Untuk Ayah Shoji diberi baju khusus untuk mengurangi radiasi.

Akhirnya pemeriksaan dilakukan. Tidak sampai 5 menit kok, cepet banget kayanya. Saya sambil berdoa harap harap cemas, hasil fotonya bagus sehingga tidak perlu mengulang.

Untuk hasil CT scan ini, katanya bisa diambil hasilnya di hari berikutnya, jadi hanya perlu menunggu 1 hari untuk bisa dapat hasilnya.

Keluar dari ruangan CT scan, Aisha saya gendong. Sedari tadi ditidurkan sampai gantian. Ayah dan bundanya turun tangan gak mempan, eh ternyata keluar ruangan sudah pulas dia. Ajaib memang Aisha ini hehehe...

Deg degan juga sewaktu kami bertemu Dr Vetria untuk mendiskusikan hasil CT scan Aisha. Secara medis sesuai hasil CT scan, Aisha didiagnosa menderita enchepalomalacia lobus parietal bilateral.

Saya langsung googling untuk mengetahui lebih banyak tentang ini.
Encephalomalacia/ Ensefalomalasi adalah perlunakan atau nekrosa otak yang disebabkan gangguan pada vaskularisasi (emboli, trombosa), perdarahan-perdarahan otak, radang bernanah, infeksi jamur, dan defisiensi gizi (Ressang, 1984).

Pada bagian otak, Lobus parietalis letaknya di belakang sulkus sentral. Lobus parietal bertanggung jawab untuk mengintegrasikan informasi sensorik dari berbagai bagian tubuh. Fungsi dari lobus parietalis meliputi pengolahan informasi, gerakan, orientasi spasial, speech, persepsi visual, persepsi rangsangan, rasa sakit dan sensasi sentuhan, dan kognisi.

Kerusakan lobus parietal kiri menyebabkan sindrom Gerstmann, afasia (gangguan bahasa), dan agnosia (persepsi abnormal benda). Jika yang rusak yang kanan, maka penderita akan kesulitan dalam membuat sesuatu, keterampilan perawatan pribadi terganggu dan kemampuan menggambar.  

Dalam kasus Aisha, enchepalomalacia lobus parietal bilateral,  menyebabkan sindrom Balint,  yang ditandai dengan terganggunya perhatian visual dan aktivitas motorik.

Hela nafas dulu...
Kaget, sedih, terpukul...pasti. Tapi apapun itu, kami berusaha memberikan perawatan terbaik untuk Aisha dan tetap berpikir positif, karena kami percaya, semua hal masih sangat mungkin terjadi. Kuatkan ikhtiar dan doa selalu :)

Love,
/Aya


Antara Menikah Muda dan Cita Cita Saya

Pernikahan adat Jawa
Hai Bundas,
Membaca judulnya bikin bertanya tanya gak sih? Emang Aya itu nikah dini ya? Sedini apa juga nikahnya?

Well, lagi rame berita mengenai pernikahan dini Alvin, anak ust. Arifin Ilham dengan Larissa Chou, seorang mualaf. Membaca beritanya bikin adem tapi juga khawatir. Kenapa adem? Pastinya doi bisa jadi versi "keren" baru untuk anak anak seusianya, tapi pun bisa bikin orang tua dengan putra putri yang masih abegeh yang lain ketar ketir.

Yang bikin khawatir? Karena memang dari pengalaman saya pribadi (sekali lagi ini murni kekhawatiran dalam definisi saya loh, beda boleh banget) umur segitu saya lagi runtang runtung hobby dolan sama teman. Emang abis menikah nggak bisa dolan dolan? Bisa laah pastinya, saat ini pun saya masih suka dolan dolan hehehe...tapi pasti tetep kerasa beda. Meskipun buat saya dolan masih sebatas di dalam pulau aja, mengingat kudu berburu tiket pesawat murah kalau mau ke luar pulau cihuy!

Menikah itu tanggungjawabnya bertambah besar, apalagi perempuan, seorang ibu, sudah pasti untuk keluar rumah sudah harus dengan approval suami, saat anak anak ada yang handle dan lain lain. Dan saya pun mengamini kata ibu saya, saya lebih legowo nggak keluar dolan sama temen karena ngasuh anak misalnya. Lebih ngerasa bisa menerima kondisi untuk lebih banyak di rumah karena porsi dolan sudah dihabiskan saat masih sendiri.

Ibu saya pernah pesan, "Menikah itu bukan perkara gampang, bukan masalah ijab qabul, sah, lalu hidup bahagia selama lamanya" kaya ending film film kartun produksi Pixar atau Disney. Butuh lebiih dari itu semua. Pernikahan justru satu babak baru dalam kehidupan yang didalamnya akan butuh kemampuan luarbiasa untuk menghadapi masalah demi masalah satu persatu dengan baik. Menikah itu soal tanggungjawab, menurunkan ego, menaikkan empati, melibatkan kerjasama team yang solid. Emotional quotient kudu tinggi. Bisakah anak belasan tahun menghadapi itu? Bisa! Tapi mungkin bukan saya *tutupmuka.

Menikah muda memang bukan cita cita saya. Dan benar. Saya menikah di usia terlalu matang #relationshipgoals hahaa. Bukan saya bilang menikah muda gak baik lhooo, bukaaan. Hanya saja untuk saya pribadi yang di usia 21 tahun pun masih serampangan, sepertinya lebih mengkhawatirkan kalau saya menikah dan punya anak. Yayaya, saya masih amat sangat labil di usia itu. Emosi masih meledak ledak dan manjanya tingkat Olimpiade Rio. Membahayakan bagi suami dan anak anak #ngaku. Meskipun sekarang juga masih begitu #eh, tapi setidaknya lebih bijak dan dewasa sedikiit.

Saat masih single, banyak menerima undangan teman teman saya yang menikah duluan. Which is, saya jadikan itu sebagai referensi pernikahan saya besoknya (nggak tau kapan dan sama siapa hahaha). Kumpulin aja temanya, kadang ngambilin kartu nama katering atau ngumpulin kertas undangannya *kasiandehgue

Sepertinya keinginan menikah di usia matang ini karena saya ngeliat orang tua saya. Orang tua saya menikah di usia yang gak bisa dibilang muda. Ibu 27 tahun dan bapak saya 32 tahun. Tantangannya tentu besar, ketika bapak mendekati pensiun, saya harus sudah menyelesaikan pendidikan S1 saya (atau cari beasiswa supaya tetep bisa melanjutkan kuliah). Untungnya selesai juga 3,5 tahun kuliahnya. Legaaaaaa...

Nikah muda bisa jadi dipilih supaya jarak ortu dan anak gak terlalu jauh, biar bisa main bareng. Tapi menikah tua pun menurut saya tetep asik asal orangtuanya tetep berjiwa muda *ciyee... Toh, saya merasa sampai saya setua ini seumur sekarang, bapak saya masih asik asik ajah diajak main hihihi.

Banyak hal yang membuat saya memilih menikah tua eh tidak muda. Salah satu alasannya adalah saya punya keinginan menyelenggarakan resepsi pernikahan dengan uang hasil tabungan sendiri. Pengennya saya, orang tua mah tinggal terima beres aja. Jadi urusan sewa menyewa tempat, undangan, suvenir, katering, hiburan, orang tua nggak perlu mikir, biarlah kami yang heboh kesana kemari bayar ini bayar itu. Beliau beliau tinggal dikasih itinerary, kapan didandanin, duduk manis, menikmati rasa bahagia melepas putri pertama dan satu satunya ini. Alhamdulillah pernikahan idaman kami terlaksana dengan baik #weddingreceptiongoals hahaha.

Pun untuk keluarga suami juga pengennya kami, semua tinggal duduk manis nunggu jadwal pesawat, lalu calling calling, biar kami yang ubek ubek cari tiket pesawat promo ahahaha...

Baca : Resepsi adat Jawa

Bicara soal pernikahan, salah satu yang jadi cita cita saya juga adalah menikah dengan pakai suntiang ahahaaaa....cita cita dari SD terlintas pas nonton film berseri Siti Nurbaya (ampuuun...anak sekarang pengen jadi Elsa atau Anna di film Frozen, gue pengen nikah pakai suntiang :D). Jatuh cinta dengan kebudayaan Minang, meski sesungguhnya darah Jawa mengalir begitu kental dari kedua orangtua saya yang asli Jogja. Jatuh cinta pada Minang ini yang ternyata membuat vibrasi saya menarik pemuda Minang untuk mendekat dan akhirnya menikahi saya, jadi kesampaian deh saya menikah pakai suntiang #relationshipgoals (lagi) hahaha.

Penting gak penting, buat saya menikah sama orang beda pulau itu gak masalah, selama masih ada tiket pesawat promo dan tiket pesawat murah aseeekk...

Pernikahan adat Minang

Baca: Pernikahan Minang

Kebetulan juga, pada awal bulan ini adik ipar saya menikah di kampung halaman kami, Cupak, Solok, Sumatera Barat. Pak Angahnya Shoji Rey Aisha akhirnya melepas masa lajangnya juga di usia yang tidak juga muda *penting nggak siih*, namun sayang, saya hanya dapat kiriman fotonya aja.

Bukan kenapa kenapa, jadwal kuliah ayah Shoji yang keluarnya mepet, bertepatan dengan jadwal sekolah Shoji Rey yang padat, plus jadwal terapi Aisha tidak memungkinkan kami membuat keputusan last minute untuk memesan tiket pesawat. Selain itu kalau last minute pesennya agak kesulitan juga dapat tiket pesawat murah hohoho

promo Anniver5ary Tiket.com
Sedih sih sedih, tapi insyaAllah ini tidak akan terjadi lagi. Karena sekarang ada aplikasi yang bisa melakukan pemesanan last minute tapi tetep dengan harga bersahabat loh. Segala macam tiket tinggal klik klik aja, bayar, beres. Bepergian jadi mudah, pulang kampung insyaAllah lancar. Kenapa? Pastinya karena ada tiket pesawat promo dong. Tinggal download aplikasi Tiket.com di *200*266#. Mudah kan?

Tiket pesawat murah ini adalah bagian dari Anniver5ary Tiket.com yang juga bagi bagi diskon, diantaranya diskon kereta semua rute 20.000 masa promo 1-31 Agustus, diskon tiket pesawat murah 200.000 masa promo 11-20 Agustus, diskon top hotel tanpa minimum transaksi masa promo 3-31 Agustus 2016 dan ada penukaran tix poin untuk dapat hadiah.

Sharing juga yuk, pengalaman temen temen akhirnya berhasil melepas masa lajang dengan bahagia :)

Love,
/Aya