Showing posts with label GDD. Show all posts

Epilepsi dan West Syndrome


"Akan ada saatnya bunda nggak akan selalu ada di dekatmu,  Aisha
Akan ada suatu masa kakak kakakmu akan menjadi pelindungmu 
Tapi, bunda ingin Aisha mengerti

Terkadang bertahan saja tidak cukup, maka kita harus berjuang

Terkadang menunggu juga terlalu lama, maka kita harus menjemput

Dan terkadang hidup tidak berjalan seperti yang kita harapkan, maka kita harus mempersiapkan segala sesuatunya sebaik mungkin..."

Impresi gelombang epileptiform difus

Hai Bunda,
Selepas test EEG kemarin, saya vakum membuat postingan tentang Aisha ya, rasanya udah telat lat lat pake banget. Tapi gapapa lah ya, semoga postingan kali ini tetep bisa diambil manfaatnya.

Jangan Baper, Bunda

Aisha Baper

Sebagai wanita yang diciptakan fitrahnya baper (eh ini sih saya deng) rasa rasanya kok kalau nggak pandai pandai menjaga emosi dan hati bisa berkali kali hancur dan luluh lantak *lebay* melihat sliweran postingan sosial media yaaa. Meskipun saya bukan penggemar drama Korea, sinetron Indonesia maupun serial India, tetaplah saya mengukuhkan diri sebagai emak baper. Saya tanpa baper itu seperti Awkarin tanpa endorse #remuuuuk ahahaha

Kebaperan emak emak itu sudah dari jaman perjuangan merebut kemerdekaan dari Belanda, dan itu sudah nggak bisa ditawar lagi. Perang antar mamah muda dengan anak yang baru semata wayang lebih garang :D tapi tak memungkiri bahwa yang beranak tiga hingga lima pun kadang terbawa baper baper nikmat ibarat harbolnas tapi isi rekening cekak.

Elektroensefalogram (Test EEG) Aisha di RSA UGM

Suasana tes elektroensefalografi

Hai Bundas,

Ada rasa deg degan setiap kali Aisha diminta menjalani berbagai test. Ya iyalah, pas testnya  gak deg degan, tapi pas ambil hasilnya itu loooh...

Dan seperti biasa saya nggak pernah bisa tidur (abaikan tadi sempet nyeruput kopi) tapi memang kalau mau ada acara keesokan hari, mau pergi jauh, atau apapun lah, saya emang susah tidur. Kepikiran dan kurang kekinian (maksudnya merasakan masa kini/sekarang) jadi terlalu takut mikirin yang akan terjadi kedepannya.

Baca: ASSR test untuk Aisha

Begitu pun saat Aisha di awal awal terdeteksi Global Developmental Delay, rasanya seperti dunia mau runtuh kali ya...semua harapan saya yang saya pupuk jauh jauh hari kalau punya anak cewek berasa jauh di awang awang.

Nah, besok pagi kami akan ambil hasil test EEG Aisha nih, dan saya masih aja deg degan

Baca : Screening pendengaran dengan OAE

Ijinkan saya cerita sedikit tentang pengalaman test EEG Aisha yaaaa.

Menurut Wikipedia:
Elektroensefalogram (EEG) adalah salah satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari otak untuk mendeteksi adanya kelainan dari otak. Tindakan ini menggunakan sensor khusus yaitu elektroda yang dipasang di kepala dan dihubungkan melalui kabel menuju komputer.

Sedangkan Elektroensefalografi (EEG) adalah merekam aktivitas elektrik di sepanjang kulit kepala. EEG mengukur fluktuasi tegangan yang dihasilkan oleh arus ion di dalam neuron otak. Dalam konteks klinis, EEG mengacu kepada perekaman aktivitas elektrik spontan dari otak selama periode tertentu, biasanya 20-40 menit, yang direkam dari banyak elektroda yang dipasang di kulit kepala.


EEG (elektroensefalogram)

Awalnya adalah saat dokter Vetria menanyakan apakah Aisha sering kejang. Kami jawab Aisha memang sering kejang, meskipun kejangnya tidak keseluruhan sampai ke mata. Hanya saja beberapa anggota badannya bergerak berulang dan tidak bisa tenang kembali saat kita pegang. Dari situ dokter Vetria menduga bahwa memang Aisha masih sering kejang. Beliau juga meresepkan obat untuk Aisha berupa piracetam yang fungsinya untuk pengobatan mioklonus (kelainan kontraksi otot yang terjadi tanpa disadari, seperti cegukan, tremor dan kedutan). Mioklonus bisa disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf (misalnya epilepsi, stroke dan tumor otak).

Piracetam diberikan bersama alinamin dalam bentuk puyer racik dan phenobarbital untuk meredakan aktivitas kelistrikan yang berlebihan di dalam otak dan dengan demikian, membantu mencegah timbulnya kejang.

Persiapan test EEG

Akhirnya kami membuat janji untuk test EEG. Yang perlu dipersiapkan untuk test EEG adalah:
1. Kalau bisa anak diajak main hingga larut, sehingga dia tidur lebih malam
2. Anak dibangunkan pagi pagi, usahakan tidak tidur sampai di rumah sakit. Supaya anak mengantuk dan tidak perlu minum obat tidur.
3. Sorenya anak dikeramas supaya kulit kepalanya bersih, karena mau ditempel elektroda elektroda untuk keperluan testnya.

Pengalaman Aisha kemarin sudah kami ajak main dan tidurnya larut. Aisha juga bangunnya pagi sekitar jam 4, cuma setelah itu Aisha tidur lagi. Sampai di RS Aisha masih tidur hiks...
Akhirnya terpaksa deh, Aisha disuntik obat bius.

Bukan cerita lucu namanya kalau bukan Aisha.

Baca: cerita CT scan Aisha

Kejadian terulang lagi. Aisha tidak tidur setelah diberi obat tidur hiks...dia masih sering bangun bangun, sehingga pas pemasangan elektrodanya saya harus nyusuin untuk menjaga dia tetap tenang. Pun saat test dilakukan, Aisha tampaknya belum benar pulas tertidur. Matanya masih terbuka dan bergerak ke sana kemari. Apalagi rambut Aisha cenderung lebat, hihihi... Perawatnya sampai kaya kapster salon jadinya. Sisir sana, sisir sini, sibak sana, sibak sini. Saya nyusuin sambil berdoa, semoga pas tes EEG nya Aisha dalam kondisi tidur pulas.

Tes EEG dimulai, perawat mulai menyiapkan komputer untuk merekam aktivitas gelombang otak Aisha. Aisha masih gelisah, geleng kiri geleng kanan. Saya nggak tau yaa...apakah itu udah lelap Aisha-nya, tapi dia masih geliat geliat intinya.
Ada kamera juga diatas kepala Aisha dan perawat minta wajah Aisha diusahakan menghadap kamera.

Selanjutnya ada semacam lampu disko (apalah ya namanya, kelap kelip gitu) awalnya pelan, lalu kemudian cepat juga. Nah ada lampu begitu Aisha tetap aja nggak merespon.

Tak berapa lama, perawat bilang kalau test EEG sudah selesai. Aisha masih tetep gelisah geliat geliut. Begitu saya gendong, Aisha puleeeees banget.

Sebelumnya perawat sudah menyampaikan, bahwa kalau disuntik obat bius begini efeknya lama. Alhasil, benarlah dari pagi sampai sore Aisha tidur lama sekali. Sudah coba dibangunkan juga gak bangun bangun, tapi tetep aja saya "paksa" untuk minum susu. Untungnya meski mata merem tetep aja Aisha bisa micubun.

Pengangkatan elektroda elektroda di kepala (EEG)

Setelah EEG selesai

PR selanjutnya adalah membersihkan rambut Aisha dari pasta super lengket ituuu...rambutnya sempet saya coba cobain gaya mohawk segala *emakusil* tapi dimarahin sama eyang utinya hahaha....jadi segeralah saya siapkan air hangat untuk keramas. Tak berapa lama, rambut indah dan lembut Aisha sudah kembali yeaaayy...
Nah, sekarang tinggal tunggu hasil EEG yang bisa diambil seminggu kemudian :)

Mengenai hasilnya? Mari kita pindahan ke postingan berikutnya :)

Adakah temen temen yang pernah test EEG atau diminta tes EEG juga sama dokter? Sharing yuk indikasinya apa sampai diminta test EEG.

Love,
/Aya

Seberapa perlu CT scan dilakukan?

Alat CT Scan, foto dari mediskus.com
Hai Bundas

Kali ini saya mau cerita mengenai CT scan Aisha. Kenapa Aisha perlu CT scan segala sih? Bukannya berbahaya yah CT scan itu, terutama untuk anak anak karena pengaruh radiasinya.

Well, hasil baca baca saya disana sini, jika memang tidak terpaksa sekali, CT scan sebenarnya tidak perlu dilakukan. Termasuk untuk anak yang kepalanya sering terbentur, asalkan benturannya itu tidak membuat behaviour si anak berubah. Jika setelah terbentur anak sempat pingsan, maka itu tanda tanda bisa terjadi gegar otak ringan, mungkin CT scan memang diperlukan. Namun jika tidak ada bengkak di bagian tubuh lain (selain yang terkena benturan), maka insyaAllah kondisi kepala anak baik baik saja dan tidak perlu CT scan.

Seperti pada cerita sebelumnya,

Baca: Sekilas tentang Toksoplasma dan CMV

Kami sedang berusaha menegakkan diagnosa untuk Global Developmental Delay Aisha. Karena lingkar kepalanya yang kecil, ada kekhawatiran mengarah pada mikrosefali, ada ketakutan juga kalau ubun ubunnya sudah menutup. CT scan ini juga untuk memastikan kondisi otak Aisha seperti apa dan bagaimana penanganannya.

Untuk CT scan, kami tidak perlu menunggu lama, setelah dapat approval dari dokter anak (dokter Vetria) kami mendapat surat rujukan untuk langsung cek kepala Aisha dengan CT scan.
Baru pertama kali mengantar untuk periksa CT scan, langsung ditanya sama mas teknisinya, "ibu nggak lagi hamil kan?" disarankan oleh mas teknisinya, kalau saya sedang hamil, ayahnya saja yang menunggui. Karena saya Alhamdulillah tidak sedang hamil, maka saya bisa menemani Aisha, namun selanjutnya saya diminta untuk menidurkan Aisha dulu, karena CT scan bisa terlaksana kalau hasil fotonya gak blur dan kepala Aisha bisa tenang.

Akhirnya kami ijin keluar dulu menidurkan Aisha, sudah beberapa kali gantian sama Ayah Shoji, Aisha belum mau tidur juga. Lalu mas teknisi menawarkan opsi, apakah mau diberi obat tidur atau dipegangi saja dagunya. Saya nggak tega, kasian Aisha kalau dibius lagi. Akhirnya Ayah bersedia memegangi dagu Aisha selama pemeriksaan.

Sebelum dimulai, saya diminta untuk masuk ke ruangan di sebelah (seperti pemantau dan kami melihat lewat kaca). Untuk Ayah Shoji diberi baju khusus untuk mengurangi radiasi.

Akhirnya pemeriksaan dilakukan. Tidak sampai 5 menit kok, cepet banget kayanya. Saya sambil berdoa harap harap cemas, hasil fotonya bagus sehingga tidak perlu mengulang.

Untuk hasil CT scan ini, katanya bisa diambil hasilnya di hari berikutnya, jadi hanya perlu menunggu 1 hari untuk bisa dapat hasilnya.

Keluar dari ruangan CT scan, Aisha saya gendong. Sedari tadi ditidurkan sampai gantian. Ayah dan bundanya turun tangan gak mempan, eh ternyata keluar ruangan sudah pulas dia. Ajaib memang Aisha ini hehehe...

Deg degan juga sewaktu kami bertemu Dr Vetria untuk mendiskusikan hasil CT scan Aisha. Secara medis sesuai hasil CT scan, Aisha didiagnosa menderita enchepalomalacia lobus parietal bilateral.

Saya langsung googling untuk mengetahui lebih banyak tentang ini.
Encephalomalacia/ Ensefalomalasi adalah perlunakan atau nekrosa otak yang disebabkan gangguan pada vaskularisasi (emboli, trombosa), perdarahan-perdarahan otak, radang bernanah, infeksi jamur, dan defisiensi gizi (Ressang, 1984).

Pada bagian otak, Lobus parietalis letaknya di belakang sulkus sentral. Lobus parietal bertanggung jawab untuk mengintegrasikan informasi sensorik dari berbagai bagian tubuh. Fungsi dari lobus parietalis meliputi pengolahan informasi, gerakan, orientasi spasial, speech, persepsi visual, persepsi rangsangan, rasa sakit dan sensasi sentuhan, dan kognisi.

Kerusakan lobus parietal kiri menyebabkan sindrom Gerstmann, afasia (gangguan bahasa), dan agnosia (persepsi abnormal benda). Jika yang rusak yang kanan, maka penderita akan kesulitan dalam membuat sesuatu, keterampilan perawatan pribadi terganggu dan kemampuan menggambar.  

Dalam kasus Aisha, enchepalomalacia lobus parietal bilateral,  menyebabkan sindrom Balint,  yang ditandai dengan terganggunya perhatian visual dan aktivitas motorik.

Hela nafas dulu...
Kaget, sedih, terpukul...pasti. Tapi apapun itu, kami berusaha memberikan perawatan terbaik untuk Aisha dan tetap berpikir positif, karena kami percaya, semua hal masih sangat mungkin terjadi. Kuatkan ikhtiar dan doa selalu :)

Love,
/Aya


Sekilas Tentang Toksoplasma dan CMV

Terapi duduk Aisha

Malam itu saya sedang menyusui Aisha
Lalu suami saya masuk ke kamar dan duduk di pinggir tempat tidur.
Dengan perlahan dia bilang,

"Aisha, dulu waktu bunda tau Aisha perempuan, bunda bahagia sekali
Bunda berangan angan Aisha bisa diajak bunda untuk menemani jalan jalan ke Mall
Bunda sudah membayangkan bisa mendandani Aisha
Bunda berharap, Aisha akan mewarisi bisnis bunda saat ini.
Tapi, Sha...
Meski tidak pun, ayah dan bunda pasti bahagia...
Karena Aisha insyaAllah yang akan ajak ayah dan bunda jalan jalan di surga.
Aisha yang akan membukakan pintu surga untuk ayah sama bunda
Aisha yang akan mendandani ayah dan bunda dengan mahkota di surga Allah
Aisha yang akan membuat timbangan pahala ayah dan bunda naik karena keberadaan Aisha
Aisha tidak perlu sedih yaaa...ayah dan bunda sayang Aisha dan rasa itu tidak akan berkurang sedikitpun."

Saat itu airmata saya langsung menitik. Sungguh apa yang ayah ucapkan itu benar adanya. Aisha hadir dan melengkapi hidup kami jadi lebih berwarna. Aisha memberi kami banyak sekali pelajaran hidup, kesabaran, keikhlasan, penerimaan, dan banyak ilmu hidup lain.

Tiap kali mengantar terapi, saya selalu dibuat tersenyum, karena Aisha menunjukkan kemampuan kemampuan baru. Kemampuan kemampuan yang mungkin sederhana, yang tidak kami sadari pada dua kakaknya.

Baca juga

Fisioterapi, rutinitas baru Aisha

Untuk Aisha, duduk bukan merupakan hal mudah, begitupun di usianya yang ke 9 bulan. Namun Aisha tetap semangat kok. Melihat Aisha sesenggukan setelah selesai menangis keras saat terapi, dan lalu tertidur dalam posisi latihan duduk kadang membuat saya merasa ingin sekali menggantikan posisinya.

Tapi Aisha mengajarkan saya untuk kuat. Aisha mengajarkan saya untuk mau berproses, mau menerima segala kekurangnyamanan ketika berlatih. Hingga akhirnya semua akan terbayar dengan air mata bahagia.

Hingga hari ini Aisha sudah menjalani kuranglebih 3 bulan terapi. Kemampuan oralnya semakin baik Alhamdulillah. Ia sudah mau makan makanan bertekstur pasta dan bukan lagi cair. Kalau bangun tidur sudah berkurang muntahnya. Karena dulu kalau Aisha bangun tidur hampir selalu dipastikan dia muntah.

Test demi test kami lakukan untuk penegakan diagnosa, hingga rumah tak terjamah karena kami bisa setiap hari ke rumah sakit untuk test dan terapi. Sejauh ini beberapa test menunjukkan hasil yang baik, kemarin test darah untuk virus toksoplasma dan CMV Aisha menunjukkan hasil negatif. Sisa test rubella yang belum, karena harus dilakukan di RS yang lain.

Test CMV dan toksoplasma mengharuskan Aisha diambil darah. Darahnya tidak hanya dari ujung jari, seperti yang biasa saya lakukan kalau mau test darah. Darahnya diambil menggunakan suntikan. Terkesiap saya saat tangan mungilnya ditusuk jarum suntik, pun saat darah entah berapa mili diambil dengan alat suntik. Tapi Aisha kuat, dia menangis sebentar, selanjutnya sudah kembali tenang.

Toksoplasma adalah virus yang menyebabkan toksoplasmosis. Ini penyakit yang disebabkan protozoa toxoplasma gondii. Pemeriksaannya melalui test darah menggunakan IgG, IgM, dan IgG affinity. Saat antibodi IgG meningkat pada darah, berarti ada infeksi toksoplasma, karena ini adalah antibodi yang pertama muncul saat terjadi infeksi. Sementara IgM akan muncul setelah IgG. Antibodi ini menetap pada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi toksoplasma.

Sementara CMV, sama seperti toksoplasma. CMV merupakan virus yang juga menetap seumur hidup, namun virus ini dorman ketika penderita dalam kondisi prima. CMV bisa menular melalui darah, Saliva, sperma dan ASI. Jika ibu memiliki CMV, maka bayi yang dikandung akan terinfeksi juga. Pengobatan untuk penyembuhan CMV tidak ada, tapi penderita bisa mengkonsumsi beberapa obat obatan supaya daya tahan tubuh tetap baik.

Beruntung juga kami dipertemukan banyak sahabat yang sangat support, saling menyemangati. Kami juga dipertemukan dengan dokter dokter maupun staff rumah sakit yang ramah dan helpfull. Sungguh itu bagian dari kemudahan yang Allah berikan selama masa pengobatan Aisha.

Untuk bundas yang membaca tulisan ini, jika memiliki putra putri dengan kondisi yang membutuhkan banyak penanganan. Percayalah bahwa Dia memberikan ujian tidak melebihi kekuatan kita. Yakin bahwa semangat itu menular, tetap menyemangati diri sendiri sehingga makin banyak orang lain yang ikut semangat.

#PagiRamadhan
#2hari menuju Idul Fitri

Love,
/Aya

Fisioterapi, rutinitas baru Aisha

Jumat, 29 April 2016

Fisioterapi

Hai Bundas
Hari ini Aisha fisioterapi yang kedua kali. Setelah kemarin jadwal hari Selasa siang, yang kedua ini Jumat siang.
Sesi terapi kali ini Aisha tampaknya dalam kondisi prima. Aisha sudah pup dan baru bangun tidur, jadinya seger seger aja waktu diterapi.
Jika terapi sebelumnya Aisha masih banyak menangis, lalu menegang negangkan badan, maka sesi kedua ini Alhamdulillah sudah banyak sekali perkembangan lho.

Contohnya untuk pas neurostructure, Aisha kelihatan lebih menikmati. Dia diam saja sambil senyum senyum saat mba Ima mengelus elus wajah, tangan dan kakinya.

Ketika senam merangkak pun Aisha tampaknya cuma menangis manja, tidak sampai teriak teriak seperti kemarin. Lalu, yang buat saya dan mba Ima cukup surprise adalah Aisha sudah tidak menangis lagi ketika ditengkurapkan. Ini pencapaian luarbiasa loh, karena sebelum fisio, Aisha nggak pernah suka saat ditengkurapkan.

Fisioterapi
Begitu juga saat bermain gym ball. Aisha sudah lebih nyaman bahkan saat gym ball digoyang goyang. Hanya saja ketika oral massage Aisha masih menangis keras. Belum nyaman juga bagian mulutnya dipijat.

Sudah dua kali fisioterapi ini, Alhamdulillah sedikit demi sedikit badan Aisha jauh lebih baik posturnya. Sampai ketemu di jadwal fisioterapi berikutnya ya...

Love
/Aya

Aisha's First Therapy

Selasa, 26 April 2016

Fisioterapi
Sesuai saran dari dokter Royo kemarin, baca postingan Global Developmental Delay untuk segera mengejar ketertinggalan Aisha dalam tumbuh kembangnya, selain minum obat rutin tiap pagi sore, Aisha juga disarankan ikut fisioterapi untuk perawatan dari luar.

Setelah bikin jadwal dengan mba Ima (terapis Aisha) maka disepakati Aisha dapat jadwal fisio dua kali seminggu (Selasa Jumat )

Fisio pertama Aisha diwarnai dengan drama. Kurang tau juga apa memang kondisi Aisha sedang kurang nyaman atau gimana, Aisha mudah sekali rewel. Baru disapa dan diraba saja Aisha udah mulai nggak nyaman.

Lanjut ke senam badan. Aisha masih diam saja sih. Mba Ima mencoba mengajak Aisha melakukan gerakan gerakan brain gym, tapi Aisha kurang suka. Badannya dibuat kaku kaku, sehingga mba Ima agak kesulitan menekuk nekuk kakinya.

Fisioterapi

Ketika menggunakan gym ball untuk pertama kali, Aisha masih menangis keras dan sesenggukan. Beberapa kali mba Ima coba untuk mengajak bercanda, Aisha tetap saja menangis. Refleks Aisha untuk menahan badannya yang mau jatuh pun belum muncul juga. Hiks hiks, saya jadi ikut deg degan tiap lihat Aisha dijungkirkan begitu.

Gapapa ya Aisha...ini namanya proses, kadang memang kurang menyenangkan, tapi insya Allah hasilnya baik.
Tetap semangat

Love,
/Aya

Global Developmental Delay apa dan bagaimana?

Neurotam + enchepabol

Hai Bundas

Akhirnya terbit juga postingan ini. Setelah 4 hari terpending karena Rey sakit (diduga) ISK dan Aisha sedang masa adaptasi Dengan terapi terapi pertamanya.

Baiklah, saya lanjutkan cerita tentang Aisha yaa. Setelah sebelumnya postingan mengenai Screening gangguan pendengaran dengan OAE dan ASSR test untuk Aisha, kali ini saya mau cerita hasil kami menemui dokter Anak spesialis tumbuh kembang.

Setelah observasi pendengaran kemarin, Aisha dinyatakan kondisi pendengarannya baik. Namun ada hal yang menjadi concern dokter Ashadi, yaitu kemampuan Aisha untuk merespon sangat jauh tertinggal dari anak seusianya.

Saat ini Aisha sudah 7 bulan, namun kompetensinya masih seperti anak usia 1 bulan!

Bagaimana bisa begitu?

Well, setelah menemui Dr Suroyo Mahfudz, Sp.A TK, berdasar observasi beliau tentang kondisi Aisha, maka beliau mengatakan Aisha adalah bayi dengan Global Developmental Delay.

Apa itu Global Developmental Delay?

Dalam pertumbuhannya, anak anak akan terus dipantau perkembangannya secara berkala. Ada tahapan tahapan yang sudah harus dikuasai anak pada range usia tertentu. 

Pada kasus Aisha, banyak ditemukan keterlambatan dalam tumbuh kembangnya. Diantaranya, saat ini Aisha masih kesulitan untuk mengangkat kepala dengan stabil. Hal ini seharusnya sudah mampu dilakukan anak usia 3 sampai 4 bulan. Begitu juga dengan kemampuan motorik kasar seperti berguling, atau fokus pandangan matanya.

Itulah mengapa, Aisha membutuhkan banyak test untuk menegakkan diagnosa dan mencari penyebab terjadinya GDD ini. Hal ini akan selalu dipantau berkala oleh dokter anak, psikolog, terapis (terapi wicara maupun okupasi) lalu dievaluasi.

Aisha sendiri kata Dokter Royo saat melihat riwayat kelahirannya adalah bayi berisiko tinggi. Bayi berisiko tinggi itu punya kemungkinan lebih besar untuk punya hambatan dalam tumbuh kembangnya ke depan. 

Yang mempengaruhi diantaranya saat kehamilan kena infeksi toksoplasma, TORCH, hiperemesis, ketuban berlebihan, anemia, minum obat obatan juga.

Selain itu, ternyata bayi berisiko juga diakibatkan saat proses persalinan yang lama, bayi tidak menangis/ asfiksia berat, BBLR. 

Aisha kemarin juga terdeteksi mengalami hiperbilirubinemia, selain itu dia pernah kejang, hipoglikemia dan hipotermia.

Dalam kasus Aisha ternyata terdapat komplikasi berbagai indikasi, sehingga efeknya gangguan tumbuh kembang yang meliputi pertumbuhan fisik maupun perkembangan motoriknya. Hal ini juga berpengaruh terhadap gangguan pendengaran dan psikososialnya.

Nah, karena penanganan Aisha butuh banyak proses, kami perlu bersabar. Saat ini selain terapi fisik rutin dan minum obat tiap pagi sore, obatnya neurotam +enchepabol. Aisha juga perlu menjalani pemeriksaan CT Scan untuk mengetahui lebih lanjut dan mendeteksi kemungkinan kalsifikasi intrakranial, mikrosefali, hidrosefalus, ataupun perdarahan intrakranial.

Bismillah, semoga Allah melancarkan segala ikhtiar dan beri yang terbaik untuk Aisha yaaaa..

Love, /Aya